23 January 2017

Penerapan Total Quality Management untuk e-Learning ...


Penerapan Total Quality Management untuk e-Learning
Diklat Kepustakawanan Menggunakan
Model EFQM dan Kirkpatrick

Drs. Sudarto, M.Si
(Widyaiswara Muda)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Perpustakaan Nasional RI;
Jalan Salemba Raya No.28A, Jakarta Pusat,
telp/fax 021-3152155


Abstrak
Total Quality Management (TQM) merupakan strategi bisnis untuk menjamin kualitas proses maupun hasil kegiatan atau produk suatu perusahaan atau organisasi yang dapat diterapkan pada berbagai organisasi laba ataupun nirlaba, termasuk lembaga diklat kepustakawanan. Penerapan TQM untuk e-learning diklat kepustakawanan dapat menggunakan model EFQM (European Foundation for Quality Management) dan model Kirkpatric, untuk mengukur aktivitas maupun hasil kegiatan e-learning. Penerapan model EFQM dan Kikpatrick pada elearning ini bertujuan untuk menjamin kualitas seluruh aspek penyelenggaraan e-learning mencakup input, proses maupun output e-learning, sehingga sesuai dengan tujuan diklat  dan memuaskan pelanggan  (customer satisfaction). Pelanggan dimaksud adalah stakeholder  yaitu peserta,  calon peserta, lembaga pengirim peserta, lulusan,maupun lembaga pengguna lulusan.  Penggunaan model EFQM dan model Kirkpatrick  dalam pengukuran kualitas penyelenggaraan elearning berupa evaluasi diri (self assesment) terhadap kinerja dan hasil penyelenggaraan elearning oleh suatu lembaga diklat. Dalam EFQM digunakan 9 (Sembilan) butir penilaian  kriteria kualitas yang mencakup 5 kriteria aktivitas/ kinerja lembaga, dan 4 kriteria hasil kegiatan lembaga. Hasil penilaian berupa skor, dan jumlah total skor menunjukkan total kualitas penyelenggaraan e-learning diklat kepustakawanan yang diselenggarakan lembaga diklat tersebut. Sedangkan Model Kirkpatrick lebih focus pada pengukuran pembelajarn dan hasil belajar yang mencakup 4 level penukuran yakni
.
Kata kunci:  Total Quality Management, e-learning, EFQM, Kirkpatrick,  kepuasan pelanggan

I. PENDAHULUAN
            Diklat kepustakawanan, penyelenggaraannya didasarkan pada Pasal 33 Ayat (1,2, dan 3) Undang-undang nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan yang menyatakan bahwa pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan dapat dilakukan melalui pendidikan non formal, melalui kerjasama dengan organisasi profesi atau lembaga pendidikan dan pelatihan. Penyelenggaraan diklat dapat dilaksanakan secara konvensional (tatap muka) dan atau secara jarak jauh berbasis web (e-learning). E-learning diselenggarakan sebagai upaya menjangkau peserta diklat seluruh Indonesia, dan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada masyarakat Indonesia untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dibidang perpustakaan, tanpa harus meninggalkan tempat kerjanya.
          Penyelenggaraan e-learning diklat kepustakawanan didorong oleh kebutuhan tenaga pustakawan yang jumlahnya masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah perpustakaan yang ada di Indonesia. Menurut data Pusat Pengembangan Pustakawan, terdapat 2942 pustakawan di Indonesia, yang tersebar di berbagai jenis perpustakaan. Di Perpustakaan Nasional RI berjumlah 220 orang, 130 orang di perpustakaan sekolah, 1356 di perpustakaan pergurun tinggi, 404 orang di perpustakaan khusus/ instansi, 667 orang di perpustakaan provinsi, dan 164 orang di perpustakaan kabupaten/ kota. Jumlah pustakawan yang masih sangat sedikit, dibandingkan dengan jumlah perpustakaan di Indonesia yaitu sebanyak 35.027 perpustakaan terdiri dari 32.507 perpustakaan sekolah, 1525 perpustakaan perguruan tinggi, 498 perpustakaan khusus/ instansi, 34 perpustakaan provinsi, dan 1462 perpustakaan kabupaten/ kota. Rasio jumlah pustakawan dengan jumlah perpustakaan yaitu: 2942: 35.027, atau 1:11,  dan lebih sedikit lagi jumlah tenaga perpustakaan yang berpendidikan perpustakaan maupun yang pernah memperoleh pelatihan perpustakaan, padahal mereka bekerja di perpustakaan. Penyelenggaraan e-learning juga dimaksudkan untuk mengatasi kendala geografis, terbatasnya anggaran penyelenggaraan diklat setiap tahunnya, pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, peningkatan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan diklat kepustakawanan di Indonesia, serta meningkatkan daya saing Pusdiklat/ lembaga penyelenggara diklat di lingkup nasional, regional maupun internasional.
            Penyelenggaraan elerning diklat kepustakawanan memerlukan dana dan effort yang tidak sedikit, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan maupun evauasi pascapelatihan, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh melalui elearning diklat kepustakawanan memiliki kualitas yang dapat diandalkan, sesuai dengan tujuan diklat maupun memenuhi tuntutan dan kebutuhan peeserta pelatihan dan stakeholder terkait. Untuk itu diperlukan metode penerapan mutu elearning, dengan menerapkan standar penerapan kualitas dalam proses maupun hasil penyelenggaraan elearning. Salah satu metode penerapan mutu adalah menerapkan total quality management dalam pengelolaannya. Penerapan manajemen kualitas total (Total Quality Management) dalam penyelenggaraan e-learning diklat kepustakawanan, dapat menggunakan model EFQM (European Foundation of Quality Model) dan model Kirkpatrick, yang dapat mengukur kinerja dan hasil penyelenggaraan elearning,  mencakup input, proses dan output diklat yang diharapkan.  Penggunaan model EFQM dan Kirkpatrick dengan melakukan self assesment terhadap aspek penyelenggaraan elearning (enablers) dan hasil (results) penyelenggaraan elearning. Hasil self assesment dinyatakan dalam skor nilai dari seluruh aspek penilaian, sehingga dapat dihasilkan total nilai (skor) kualitas penyelenggaraan elearning secara total, yang menunjukkan total kualitas poenyelenggaraan elearning yang diselenggarakan suatu lembaga diklat.

III. PERMASALAHAN
         Permasalahan pengelolaan e-Learning Diklat Kepustakawanan menyangkut permasalahan manajemen yang meliputi unsur manusia, perangkat keras dan lunak, bahan-bahan untuk konten e-learning, anggaran serta metode pelatihan dalam e-learning (man, machine, material, method, money), termasuk penjaminan kualitas penyelenggaraan elearning.
     Permasalahan tersebut dikelompokkan ke dalam aspek manajerial dan teknis operasional dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Belum memadainya Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam penyelenggaraan               e-learning;
2.      Belum efektifnya pengelolaan anggaran dalam penyelenggaraan e-learning;
3.      Belum memadainya penyediaan learning management system (LMS) untuk                       e-learning diklat kepustakawanan;
4.      Belum memadainya konten atau isi pembelajaran e-learning diklat kepustakawanan;
5.      Belum memadainya pedoman penyelenggaraan e-learning diklat kepustakawanan;
6.      Belum memadainya instrument pembelajaran melalui e-learning yang meliputi tatacara registrasi, ujian, pengukuran dan penilaian sebagai penjaminan kualitas, dan sertifikasi lulusan;
7.      Belum memadainya mekanisme komunikasi antara peserta pelatihan dengan pengajar/ tutor dan penyelenggara e-learning;
8.      Belum memadainya mekanisme ujian dan kelulusan.

II. PENERAPAN TQM DALAM ELEARNING
          Manajemen kualitas total (Total Quality Management) dalam e-Learning diklat kepustakawanan dapat dipahami secara teoritis dan praktis dengan mengetahui terlebih dahulu pengertian TQM, e-Learning dan TQM dalam pengelolaan e_learning diklat kepustakawanan. Untuk memahami secara teoritis pelaksanaan kegiatan tersebut berikut adalah penjelasan mengenai hal tersebut:

A.           Manajemen Kualitas Total (TQM)
            Total quality management (TQM) merupakan strategi bisnis, dimana seluruh kegiatan lembaga difokuskan pada upaya pencapaian kepuasan pelanggan, khususnya stakeholder lembaga diklat. TQM dapat direalisasikan dengan menggunakan instrumen diantaranya EFQM  (European Foundation of Quality Model).  Pengertian TQM didefinisikan oleh para ahli manajemen sebagai berikut:
 TQM is describe as mutual as actual cooperation of everyone in an organization and associated bussines processes, in order to hopefully axceed the needs and expectations of customers (Dale, 1999).
 TQM is an approach to improve competitiveness, efficiency and flexibility for a whole organization (Oakland, 1989).

TQM is management philosophy that seeks to integrate all organizational functions (marketing, finance, design, engineering, and production, customer service, etc) to focus on meeting customer needs and organizational objectives (Khurram Hasmi, 2007).

TQM is a corporate culture that is characterized by increased customer satisfaction through continuous improvement, involving all employees in the organization (Dahlgaard et al, 1999).

     Dari beberapa definisi para ahli tersebut dapat ditarik beberapa hal mengenai TQM, khususnya dalam pengelolaan diklat kepustakawanan, yakni bahwa Manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management), diartikan sebagai:

·           TQM adalah sebuah kerjasama timbal balik dari setiap orang yang tergabung dalam organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
·           TQM adalah suatu pendekatan untuk membangun daya saing, efisiensi dan fleksibilitas organisasi
·           TQM adalah filsafat manajemen yang memadukan dan mengintegrasikan seluruh fungsi organisasi (seperti pemasaran, keuangan, desain, rekayasa, produksi, layanan pelanggan, dan sebagainya) untuk memfokuskan pada kebutuhan pelanggan dan tujuan organisasi
·           TQM merupakan budaya perusahaan yang bercirikan pengembangan kepuasan pelanggan dan pengembangan pegawai secara berkelanjutan.

Mengacu pada pengertian TQM di atas, bahwa dalam pengelolaan organisasi, khususnya penyelenggaraan diklat kepustakawanan, penerapan TQM berupaya menerapkan metode kuantitatif dan memadukan/ mengintegrasikan seluruh unsur organisasi (material, man, methode, machine, money) untuk meningkatkan kualitas material, layanan pelanggan, dan SDM pengelola diklat kepustakawanan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan stakeholder (peserta dan calon peserta, lulusan, instansi pengirim peserta dan pengguna lulusan) pada saat ini dan yang akan datang. Terdapat indikator penerapan TQM  dalam e-learning, diantaranya adalah: 1) Berfokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan; 2) Pengembangan kompetensi pegawai atau SDM yang terlibat dalam penyelenggaraan elearning seperti tutor, penyelenggara/administrator; 3) Kepemimpinan dan komitmen pimpinan puncak; 4) Team work; 5) Keterlibatan Pegawai; 6) Pengembangan dan inovasi yang berkelanjutan; serta 7) Pengukuran kualitas informasi dan kinerja.
            Dalam konteks pendidikan jarak jauh melalui elearning, penerapan TQM diharapkan dapat menjamin kualitas diklat (quality assurance), sehingga dapat memuaskan pelanggan (stake holder). Untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan pelanggan, diperlukan customer service excellent yang berkualitas, dan upaya yang terus menerus untuk mengembangkan kualitas penyelenggaraan diklat, baik secara konvensional maupun elearning. Konsekuensinya adalah lembaga diklat harus siap mengubah budaya (culture) dan mau belajar dari kegagalan sebelumnya untuk membangun budaya kualitas.  Perangkat untuk mengukur kualitas diantaranya adalah model EFQM dan model Kirkpatrick. Model EFQM berupa daftar cek  yang memuat kriteria kualitas yang dikembangkan untuk mengukur kinerja (performance) lembaga. Dengan menerapkan model ini, lembaga dapat mengukur sendiri kematangan, kelebihan dan kekurangan lembaganya dalam menyelenggarakan elearning. Melengkapi model EFQM dapat digunakan juga Model Kirkpatrick untuk mengevaluasi proses maupun hasil diklat melalui elearning. Melalui kedua model ini, EFQM dan Kirkpatrick, dapat diidentifikasi kebutuhan pengembangan sistem dan kinerja lembaga, sebagai suatu strategi pengembangan lembaga diklat.

B.            e-Learning
         e_Learning digunakan sebagai istilah pada semua kegiatan pendidikan yang menggunakan media komputer dan atau internet. Terminologi yang memiliki arti hampir sama dengan e-learning adalah web based learning, computer-aided instruction, dan sebagainya (Empy Effendy, 2005).  Dalam makalah ini istilah di atas digunakan untuk menjelaskan konsep        e-learning dalam pengelolaan dan penyelenggaraan diklat berbasis web di Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Perpustakaan Nasional RI.

C.           TQM dan EFQM dalam e-Learning Diklat Kepustakawanan
            TQM secara umum merupakan strategi bisnis sebuah perusahaan, yang memusatkan seluruh kegiatannya untuk kepuasan pelanggan dan seluruh stakeholders perusahaan. TQM dapat direalisasikan dengan menggunakan instrumen EFQM berupa daftar cek untuk mengukur kegiatan dan hasil kegiatan perusahaan. yang dapat diterapakan pada organisasi khususnya lembaga diklat kepustakawanan. Penerapan TQM
dalam e-learning Diklat Kepustakawanan, mengacu pada pengertian manajemen kualitas total sebagai suatu sistem manajemen yang berfokus pada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan kepuasan customers (pelanggan) serta diupayakan agar biaya yang dikeluarkan terus menurun.  EFQM sebagai sebuah instrumen excellent modelI, merupakan kriteria kualitas yang dikembangkan untuk mengukur kinerja (performance) perusahaan. Total Skore yang diperoleh merupakan skore yang menunjukkan kinerja perusahaan. Dengan menggunakan instrumen EFQM ini, lembaga diklat dapat melakukan self assesment atau evauasi diri atas kinerja yang dilakusanakan lembaga diklat dengan mengisi kuesioner EFQM. Dengan mengisi kuesioner tersebut lembaga diklat dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan lembaga, sehingga dapat meningkatkan kualitas lembaga dalam mencapai tujuan lembaga secara keseluruhan.  Hasil kuesioner juga dapat menunjukkan kematangan sebuah lembaga diklat dalam menjalankan organisasinya, berdasarkan skor yang diperoleh. Tingkat kematangan lembaga dikelompokan ke dalam 5 fase yaitu:
Fase-1, organsiasi memfokuskan pada kegiatan dan produk (hasil kegiatan;
Fase-2, organisasi memfokuskan pada proses
Fase-3, organisasi memfokuskan pada sistem
Fase-4, organisasi berorientasi pada rangkaian suplai
Fase-5, organisasi memberikan peran pada peningkatan ekonomi dan lingkungan sosial

EFQM sebagai sebuah excellent model dapat digambarkan sebagai berikut:

Innovation and Learning

EFQM dalam pengorganisasian elearning, meliputi 9 kotak, sebagai kriteria pengukuran kualitas, sebagai berikut:

Kriteria aktifitas/ kinerja (Enabler criteria):
1.      Leadership: promosi dan dukungan dari budaya inovasi dan pengembangan berkelanjutan
2.      Policy and strategy: panduan karir bagi staf, dan perencanaan pelatihan untuk mendukungnya
3.      People management: pembelajaran yang harus dipromosikan/ digencarkan
4.      Resources: manajemen staf, bangunan, bahan-bahan, sumber informasi dan intelektual, yang dimanaj secara efisien dan efektif  untuk memberikan kontribusi pada pembelajaran, hasil yang dicapai serta upaya pengembangan dalam organisasi.
5.      Processes: perhatian pada pengembangan proses pembelajaran dan pengajaran

Kriteria Hasil (Results Criteria):
1.        Client satisfaction: memenuhi kebutuhan dan harapan dan pelanggan
2.        People satisfaction: memenuhi kebutuhan dan harapan organisasi pembelajar/ lembaga diklat yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran
3.        Impact on Society: kepemimpinan dalam mengadopsi kelebihan-kelebihan dan konsep inovasi pembelajaran serta solusi-solusi elearning
4.        Impact on the company success: dampak pelatihan staf bagi perusahaan/lembaga 
            Model EFQM digunakan untuk melakukan self -evaluation bagi lembaga diklat untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, mengetahui hal-hal yang harus dikembangkan, membangun dan mengembangakan layanan excelent sebagai lembaga diklat dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi penyelenggaran elearning.           EFQM juga dapat dijadikan perangkat untuk melakukan Bencmarking, yakni membandingkan sukses penyelenggaraan elearning lembaga lain dengan mengamati hal-hal yang dimuat dalam instrumen EFQM. Model EFQM juga dapat digunakan untuk dijadikan panduan dalam mengidentifikasi dan mengembangkan aspek-aspek penyelenggaran elearning.

Model Kirkpatrick untuk Evaluasi Elearning

Kirkpatrick menyajikan 4 (empat) level asesment kualitas sebagai berikut:


1.      Level-1, Reaksi (Reaction)
pembelajar (student reaction): pembelajar diminta menilai pelatihan setelah mereka menyelesaikan program pelatihan. Pertanyaan yang diajukan diantaranya:
·     seberapa besar mereka menyukai/ puas terhadap pelatihan yang diikutinya (customer satisfaction);
·       apakah  pelatihan  yang  diikuti  relevan  dengan  kebutuhan  mereka  dan  tempat kerja mereka;
·     bagaimana kualitas pelatihan, termasuk latihan-latihan interaktif, dan pelibatan mereka dalam pelatihan (engagement).

2.      Level-2, Belajar (Learning):
·     Sejauhmana pembelajar meningkat pengetahuannya  (knowledge) tentang topik-topik yang dipelajari?
·        Sejauhmana pembelajar meningkat keterampilannya (skill) dalam materi yang dipelajari?
·        Baimana sikapnya (attitude) berubah sebagai hasil belajar dibandingkan dengan sebelum belajar?
·    Bagaimana confidence (kepercayaan diri) berubah sebagai hasil belajar dibandingkan dengan sebelum belajar?
·        Bagaimana pembelajar memiliki komitment dalam upaya menerapkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh selama pelatihan untuk diterapkan di tempat kerjanya, dan terintegrasi dengan kepribadiannya?

3.      Level-3, Perilaku (Behavior):
Perilaku pembelajar mencakup 5 aspek berikut:
·           On-the-job learning (belajar di tempat kerja),
·           Monitor, melibatkan pembelajar dalam memanatu perilaku hasil belajar
·         Reinforce,penguatan perilaku yang diinginkan muncul pada pembelajar melalui pelatihan
·     Reward, memberikan  hadiah,  reward, penghargaan atas prestasi belajar pembelajar sekecil apapun prestasinya diapresiasi
·      Encourage,  mendorong, membesarkan hati, menganjurkan agar pembelajar memiliki perilaku yang diinginkan

4.      Level-4, Hasil Belajar (Results):
Dampak atau hasil belajar melalui pelatihan mencakup 2 hal yaitu:
Leading indicators :   Indikator utama hasil belajar, kemanfaatan bagi individu dalam melaksanakan tugas dan pengembangan karirnya.
Desired outcomes : dampak hasil pelatihan bagi individu maupun organisasi, mengukur dampak setelah 3 bulan atau 6 bulan pasca pelatihan.

III. ANALISIS
           Bagian ini menganalisis penerapan TQM dalam penyelenggaraan e-learning Diklat Kepustakawanan.  Analisis menekankan pembahasan pada konsep kualitas atau mutu  penyelenggaraan (operasional) dan konten belajar dan pembelajaran dalam elearning, bahan-bahan pembelajaran online learning, serta dukungan teknis dan pedagogis yang mencakup layanan elearning. Untuk itu perlu didefinisikan tentang konsep kualitas, pengukuran kualitas, dan bagaimana memberikan nilai tambah pada prosedur operasional elearning

A    Konsep Mutu dalam elearning
Prinsip mutu dalam elearning, memiliki beberapa hal khusus yang harus diperhatikan, mencakup tiga aspek yaitu belajar dan pembelajaran termasuk organisasi dan proses pembelajaran,  konten/isi pembelajaran, serta dukungan teknis dan pedagogis dalam elearning.

B.   Konsep Layanan Excellent (layanan terbaik/ layanan prima)
            Untuk memuaskan pelanggan/ stakeholder, konsep layanan terbaik (excellent) dalam penyelenggaraan elearning, diantaranya adalah:
1.    Berorientasi pada hasil (results)
Hasil yang utama diharapkan dalam penyelenggaraan elearning adalah perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta pelatihan. Untuk itu diperlukan konten pengetahuan yang memadai dan terbaik. Konten pengetahuan tersebut diorganisasi, dikemas  dengan baik, menarik dan interaktif, dengan menggunakan interface yang mudah dijalankan, dipahami dan menarik, serta disediakan tutoial yang menarik dan mudah dipahami.  Hasil yang kedua diharapkan adalah peserta mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang diperolehnya melalui elearning, dalam melakasanakan tugas pekerjaaannya di tempat kerja.  Hasil ketiga adalah dampak positif setelah pelatihan yang dilakukan staf terhadap organisasi/ lembaga dimana peserta berada.

2.    Berfokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan.
Untuk memenuhi kebutuhan serta memuaskan pelanggan, penyelenggaraan elearning diupayakan memenuhi kriteria berikut.
a.         Penyelanggaraan e-learning didasarkan pada analisis kebutuhan diklat. Analisis kebutuhan diklat kepustakawanan berbasis SKKNI untuk pustakawan Indonesia sudah dilaksanakan Perpustakaan Nasional RI dan menghasilkan rekomendasi diklat-diklat yang diperlukan serta urutan prioritasnya untuk mengisi kebutuhan kompetensi pustakawan. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diklat tersebut, prioritas diklat yang dibutuhkan secara terstruktur menjadi program jangka pendek dan jangka panjang Pusdiklat Perpustakaan Nasional untuk menyediakan kurikulum, bahan ajar dan pedoman penyelenggaraannya, sehingga dapat dijadikan acuan nasional dalam penyelenggaraan diklat. Dengan menggunakan acuan nasional penyelenggaraan diklat tersebut, pustakawan dapat mengikuti diklat-diklat tersebut di tingkat pusat yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional, atau lembaga penyelenggara diklat lainnya, di tingkat pusat maupun daerah. Untuk menjangkau pustakawan seluruh Indonesia, maka penyelenggaraan diklat berbasis web seperti e-Learning menjadi pilihan tepat.
b.         Materi pelatihan disesuaikan dengan tingkat pengetahuan peserta pelatihan (target peserta) serta tingkat kedalaman materi yang dibutuhkan dalam e-learning diklat kepustakawanan.
c.         Teknis penyajian berupa presentasi multimedia, tutorial online, quiz, chating, dan audio/video telekonference.
d.         Penyediaan file digital yang dapat dibaca langsung pada aplikasi maupun di download peserta secara gratis.

3.        Pengembangan kompetensi pegawai.
Pegawai yang terlibat dalam pengelolaan e-learning diklat kepustakawanan, baik penyelenggara (administrator), pengajar (tutor), dan evaluator mendapat pelatihan pengoperasian e-learning. Khusus tutor/ pengajar yang mengampu mata ajar diklat tertentu, diharapkan mendapat pelatihan pembuatan konten digital berbasis web, sehingga dapat membuat konten digital bahan ajar berbasis web berdasarkan spesialisasinya..

4.        Kepemimpinan dan komitmen pimpinan puncak;
    Kepemimpinan dan komitmen pimpinan puncak, khususnya kepala Pusdiklat dalam penyelenggaraan e-learning sangat berperan besar, sehingga berhasil atau tidaknya penyelenggaraan e-learning tergantung dari dukungan (support) dan kepemimpinan Kapusdiklat. Kepemimpinan yang melibatkan partisipasi seluruh staf yang berkompeten dalam pengelolaan e-learning mempercepat dan memperlancar proses penyiapan dan penyelenggaraannya.

5.        Team work;
      Team work dalam penyelenggaraan e-learning diklat kepustakawanan meliputi seluruh personil yang terlibat yaitu outsourcer, pengelola atau administrator, fasilitator, evaluator. Keseluruh komponen tersebut bekerja sama dalam penyiapan LMS maupun konten, sehingga kelayakan e-learning dapat terjaga kualitasnya.
           Selain kualitas interface dan konten, dijamin juga operabilitas dan kontinuitas sehingga e-learning dapat berjalan dengan baik dan lancar, mengikuti mekanisme yang telah ditentukan dalam mencapai tujuan penyelenggaraan diklat kepustakawan.

6.        Keterlibatan Pegawai
     Penyelenggaraan e-learning melibatkan pegawai yang dianggap berkompeten dalam pengelolaan e-learning. Pegawai dikelompokkan ke dalam kategori administrator, fasilitator, evaluator. Pegawai tersebut berkomitmen untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan kapasitas dan kualifikasinya.
               
7.        Penggunaan strategi pembelajaran, Inovasi dan pengembangan berkelanjutan
       Penyelenggaraan e-learning diklat kepustakawanan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan perpustakaan di Indonesia. Untuk tahap pertama pengembangan pada Diklat Teknis Perpustakaan. Pengembangan selanjutnya dikembangkan pada Diklat Manajemen Perpustakaan, dan Diklat Fungsional Pustakawan.
          Arah pengembangan dan inovasi ditujukan pada penyempurnaan konten dan interface yang mudah diakses dan mudah dipelajari oleh peserta pelatihan.

8.        Pengukuran kualitas informasi dan kinerja.
      Pengukuran kualitas dan kinerja e-learning diklat kepustakawanan dapat menggunakan instrumen penilaian yang mencakup pengukuran:
1.         Kemudahan akses
2.         Kelengkapan isi (konten)
3.         Keindahan/ keharmonisan tampilan (interface)
4.         Kemudahan download dan upload
5.         Kemudahan komunikasi antara peserta dengan fasilitator dan penyelenggara.

C.      Kuesioner EFQM dan Kirkpatrick

          Kuesioner untuk mengukur kualitas dengan mengadopsi model EFQM dan Kirkpatrick yang diterapkan pada penyelenggaraan elearning diklat kepustakawanan mencakup pengukuran pada tiga kategori yaitu resources, reaksi pembelajar dan hasil pembelajaran. Contoh kuesioner sebagai berikut:




        Kuesioner tersebut, masih dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Penambahan item pertanyaan masih  dimungkinkan sesuai dengan kisi-kisi dalam kriteria kualitas yang akan dievaluasi melalui pengukuran tersebut.

IV.  KESIMPULAN
        Penerapan manajamen mutu terpadu, total quality manajemen (TQM) dalam penyelenggaraan elearning, merupakan upaya dalam meningkatkan kualitas elearning, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi elearning. Penggunaan perangkat/ tool elearning diantaranya model EFQM dan model Kirkpatrick, dengan menggunakan kuesioner dengan mengadopsi kedua model tersebut,  sehingga kualitas elearning dapat ditingkatkan, mulai dari input, proses mauput outputnya.
     Penyelenggaraan elearning perlu direncanakan secara matang menyangkut seluruh aspek penyelenggaraan. Perlu ditingkatkan koordinasi penyelenggaraan dengan pihak outsourcer, fasilitator, dan administrator, serta lembaga diklat terkait, khusunya dengan perpustakaan provinsi, dan penyelenggara diklat di daerah dalam penyediaan fasilitas akses internet untuk pelaksanaan ujian dan pengawasan ujian di daerah



DAFTAR PUSTAKA


Evan, James R. Quality & Performance Excellence.: Management, Organization, and Strategy. Fifth Edition. United States of America: Thomson, 2008.
Hradesky, Jack. Total Quality Management Handbook. New York: McGraw-Hill, 1995.
Wilkinson, Adrian dkk. Managing With Total Quality Management: Theory and Practice.  London: Macmillan Bussines, 1998.
Schreurs, Jeanne. Total Quality Management (TQM) Framework for e-learning based on EFQM and Kirkpatrick models. Belgium: Universiteit Hasselt, 2006.
-----, TQM in e-learning: a Self-Assesment model and Quetionare. Belgium: Universiteit Hasselt, 2008.


No comments:

Post a Comment

Peningkatan Jumlah, kualifikasi dan Kompetensi Asesor Perpustakaan melalui Diklat Online Asesor Perpustakaan Tahun 2020

Asesor perpustakaan merupakan komponen utama dalam sistem akreditasi perpustakaan di Indonesia.  sebagai tenaga yang berperan secara langsun...